Blog

Tragedi Kanjuruhan Masuk Tiga Besar Bencana Sepak Bola

Tragedi Kanjuruhan Masuk Tiga Besar Bencana Sepak Bola

Tragedi Kanjuruhan Masuk Tiga Besar Bencana Sepak Bola

 

Dunia persepakbolaan kembali merasakan duka, bukan hanya Indonesia tapi ucapan bela sungkawa juga datang dari berbagai negara dan berbagai lapisan masyarakat. Ucapan bela sungkawa diberikan kepada korban tragedi stadion kanjuruhan dimana telah menewaskan 125 supporter.

Bagi para suporter Aremania, stadion Kanjuruhan menjadi tempat yang sakral. Selama 23 tahun Arema FC tidak pernah kalah saat berhadapan dengan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Namun laga pada Sabtu malam, 1 Oktober stadion kebanggan itu jadi saksi kekalahan tim kesayangan mereka.

Kecewa karena tim kesayangan menelan kekalahan dari lawannya merupakan sesuatu yang wajar. Namun menjadi tidak wajar bahkan berakibat buruk, bila kekecewaan itu dilampiaskan dengan perilaku atau tindakan anarkhis. Apa lagi sampai mengejar dan mengancam para pemain. Tindakan anarkhis seperti itu tidak bisa dibenarkan.

 

Penggunaan gas air mata

Salah satu yang menjadi sorotan hingga diduga menjadi penyebab ratusan korban Tragedi Kanjuruhan adalah penggunaan gas air mata oleh kepolisian di dalam stadion yang sesak. Polisi dikritisi karena menembakkan gas air mata, bukan hanya ke lapangan yang suporter turun, tetapi juga ke tribun penonton.

Organisasi sepak bola dunia, FIFA, bahkan di dalam aturannya telah jelas melarang gas air mata dan senjata api untuk penanganan massa di dalam stadion.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan pihaknya bakal mengaudit penggunaan gas air mata dalam mengatasi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.

"Tentunya tim akan mendalami terkait SOP dan tahapan-tahapan yang telah dilakukan oleh satgas ataupun tim pengamanan yang melaksanakan tugas pada saat pelaksanaan pertandingan," kata Listyo.

Penggunaan gas air mata oleh aparat di dalam stadion mendapat sorotan tajam. Pasalnya, gas air mata tidak boleh digunakan untuk meredam massa di dalam pertandingan sepak bola sebagaimana diatur dalam ketentuan FIFA pada Bab III dan Pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan.

Polisi berdalih gas air mata dikeluarkan untuk mereda kericuhan suporter. Polisi bukan hanya menembakkan gas air mata ke arah suporter yang masuk ke lapangan, tetapi juga ke tribun penonton yang kemudian memicu kepanikan.

"Karena gas air mata itu, mereka [massa] pergi ke luar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan. Dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," tutur Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta seperti dikutip dari Antara, Minggu.

Menko Polhukam Mahfud MD pada saat yang sama secara terpisah menyatakan penggunaan gas air mata seusai pertandingan Arema FC melawan Persebaya semata-mata karena penonton mengejar pemain. Ia menyatakan polisi menembakkan gas air mata agar situasi kembali kondusif.

"Ada yang mengejar Arema karena merasa kok kalah. Ada yang kejar Persebaya. Sudah dievakuasi ke tempat aman. Semakin lama semakin banyak, kalau tidak pakai gas air mata aparat kewalahan, akhirnya disemprotkan," terang Mahfud.


Penonton panik karena gas air mata

BPBD Provinsi Jawa Timur mengungkapkan massa penonton Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, termasuk di tribun penonton, mencoba menjauh menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi. Salah satunya, mereka mencoba keluar dari pintu keluar tribun yang tak cukup besar untuk menampung sekaligus penonton keluar.

Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur Budi Santosa menyebut para penonton yang berlarian itu akhirnya menyebabkan situasi kacau hingga terdorong dan ada juga yang terinjak penonton lain.

"Dari tembakan gas air mata itu suporter yang mencoba menghindar harus mengorbankan penonton lain dengan menginjak-injak guna menyelamatkan diri dan banyak dari penonton yang mengalami sesak napas akibat asap gas air mata," kata Budi.


Sejarah dalam sepak bola dunia

Tragedi di Stadion Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang ini menjadi kejadian paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.

Dengan jumlah korban tewas tersebut, tragedi ini langsung menempati urutan ketiga daftar kejadian paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.

Tragedi Stadion Kanjuruhan berada di bawah peristiwa mematikan di Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, 24 Mei 1964, dengan 328 orang tewas dan Accra Sports Stadium Disaster, Accra, Ghana, 9 Mei 2001, dengan 126 orang tewas.

Jumlah korban tewas dalam peristiwa mematikan di Stadion Kanjuruhan melewati tragedi Hillsborough di Inggris pada 15 April 1989 silam dengan 96 orang tewas. Tragedi Hillsborough bisa dikatakan hampir serupa dengan yang terjadi di Kanjuruhan, di mana rangkaian maut di dalam stadion bukan akibat bentrok antarsuporter.

Upaya keluarga korban dan publik Liverpool menuntut keadilan atas Tragedi Hillsborough itu pun berlangsung bertahun-tahun, hingga akhirnya menyeret kepolisian sebagai pihak yang bersalah. Vonis yang dijatuhkan di tahun 2016 ini juga menjadi kemenangan bagi pihak keluarga korban dan publik tim bola Liverpool lewat gerakan 'Justice For 96'.

Vonis itu berbasis pada laporan Lord Justice Taylor yang juga eks Kepala Pengadilan Inggris. Dalam laporannya, Taylor menyebut alasan utama terjadinya tragedi ini adalah kegagalan pihak polisi untuk menjaga kekondusifan situasi pralaga. Selain itu, laporan itu juga mengungkap bahwa suporter yang mabuk tidak menjadi faktor yang signifikan dari tragedi ini.
 

Bekukan Liga 1 Satu Pekan

PT Liga Indonesia Baru (LIB) memutuskan untuk menghentikan kompetisi Liga 1 2022/2023 selama satu pekan sebagai imbas dari tragedi di Stadion Kanjuruhan.

"Keputusan tersebut kami umumkan setelah kami mendapatkan arahan dari Ketua Umum PSSI. Ini kami lakukan untuk menghormati semuanya dan sambil menunggu proses investigasi dari PSSI," ucap Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita.